..friends in solitude

2007-03-29

Secret Admirer


I’m almost twenty five and I marvel at someone furtively.

Jaman menjadi pengagum rahasia, atau bahasa kerennya: secret admirer, terakhir kualami satu dekade lalu. Masa-masa berseragam putih biru, diam-diam naksir kakak kelas yang ganteng, pintar dan populer tanpa berani menunjukan apalagi mengungkapkan perasaan itu pada sang idola. Paling banter hanya mampu curhat pada sahabat dan blushing setengah mati lalu cengar-cengir ketika berpapasan dengannya. Tapi rasanya sakit ketika idolaku itu tiba-tiba jadian dengan perempuan lain tanpa sempat kutunjukan kalau aku menyukainya. Rasa sesal, kecewa, dan patah hati jadi satu. Dan perasaan itu sangat menyiksa. Maka semenjak saat itu aku berikrar, tidak akan pernah lagi jadi secret admirer. Kalau memang suka, setidaknya harus berani menunjukan.

Sepuluh tahun semenjak masa itu, aku tak lagi terlalu malu untuk menunjukan perhatian pada orang yang kusukai, dan tak jarang juga perhatianku berbalas. Atau paling nggak, bisa bertegur sapa dan berteman. Tapi kejadian pagi itu mengubah segalanya. Ada yang berbeda ketika kubuka account friendsterku dan melihat ke bagian who’s viewed me. Ada Ramadhansyah disana. Ramadhansyah, atau Rama, seniorku jaman kuliah, melihat profileku. Kenapa, ya?
Itu pertanyaan yang pertama kali muncul. Aku dan Rama tidak terlalu akrab saat kuliah. Kami kenal di presidium fakultas dan hanya ngobrol saat rapat saja, itupun basa-basi seperlunya. Aku tidak pernah berniat untuk terlalu berakrab-akrab dengannya. He’s out of my league. Rama seingatku adalah mahasiswa yang luar biasa cerdas dengan IPK nyaris empat, sementara aku cuma mahasiswi biasa-biasa saja dengan IPK yang standar-standar saja juga. Dan satu hal yang membuatku tidak terlalu tertarik untuk banyak ngobrol dengannya adalah sifat idealis dan perfeksionisnya. Setiap kalimatnya, menurutku, terdengar kaku dan tampak disusun baik-baik sebelum diucapkan.

Iseng ku klik namanya dan masuklah aku ke profilenya. Hey, hey. Ada perasaan aneh saat aku melihat primary picturenya. Tampak samping dengan rambut berantakan, memakai sweater bertuliskan Middlesex University, tampak sedang mengerjakan sesuatu di depan komputer. Mukanya serius, but I have to admit he’s kinda cute in that picture. Dan kacamata half frame yang dia pakai membuat wajahnya makin terlihat cerdas. Hum, I love cute guys that looks smart. And all the sudden, I feel butterflies I my stomach. Did I just blush? Kugelengkan kepalaku.

Sadar Sya, kamu ga mungkin naksir laki-laki ini hanya karena melihat fotonya.

Lalu aku nyengir, still with the butterflies in my stomach. Oh no, blushing lalu cengar-cengir? Kugelengkan lagi kepalaku kuat-kuat dan menutup profile Rama.

Entah kenapa seharian tadi aku malah kepikiran terus Rama. Kenapa Rama melihat profileku?

Iseng aja kali, Sya. No special intention.

Berulang-ulang kuingatkan diriku untuk gak GR. Tapi makin lama kepenasaranku malah bertambah. Malam harinya kubuka kembali account friendsterku dan kembali masuk ke profile Rama. Melihat primary picture nya masih memberikan sensasi yang sama seperti yang kurasakan tadi pagi. Iseng ku baca profilenya. Hanya sekedar ingin tau keadaan dan keberadaan bapak yang satu itu saat ini. Hmmm, rupanya dia sekarang sedang mengambil gelar master di Middlesex University, Inggris (that explains the sweater). Yes, he’s so out of my league. Dari barisan kata-kata yang dia tulis di profilenya aku melihat perubahan di diri Rama. Kalimat-kalimatnya terlihat lebih santai dan ‘ramah’, meskipun tetap terlihat cerdas. Berbeda dengan kalimat-kalimat yang biasa dia ucapkan di masa kuliah dulu. Dan aku makin mengagumi Rama. Lalu aku blushing lagi, dilanjutkan dengan cengar-cengir lagi. Ahhh, ini sinting!

Asya, this is you’re consciousness speaking. Kamu gak boleh fall for this guy. Pertama, he’s way out of your league. Far beyond your league. Kedua, secara teknis dia hanya eksis di dunia maya. Well, oke kalian pernah saling mengenal. Tapi hanya selintas saja. Dan kecil kemungkinan dia masih ingat Asya Larasati itu yang mana. Soal kenapa dia melihat profile kamu, jangan terlalu hiperbolis. Iseng. Itu jawaban paling logis untuk kepenasaran dan ke GR-an mu yang berlebihan.

Aku menghela nafas. Yeah, ga usah terlalu dibesar-besarkan.

Semenjak perdebatan dengan suara hati tempo hari, aku bukannya melupakan Rama. Tapi kepenasaranku makin hari makin menggila. Aku tiap hari membuka profilenya. Membaca testimonial-testimonial untuknya. Merasa cemburu ketika ada perempuan yang memberi komentar yang bernada akrab untuknya, dan makin jatuh cinta setiap melihat foto-fotonya. Belum lagi ketika aku membaca blognya. Cerita-ceritanya tentang kuliah dan kesehariannya membuat aku makin ingin terlibat dalam kehidupannya. Sekali lagi, ini sinting. Aku memang selama ini berharap menemukan lelaki cerdas, tapi jatuh cinta pada seseorang yang ada di ujung lain dunia dan terlebih lagi kemungkinan besar tidak ingat siapa diriku benar-benar tidak masuk akal. Parahnya, aku kembali ke masa sepuluh tahun lalu. Masa-masa menjadi secret admirer. Hanya berani mencintai dari jauh. Pernah aku memaksa memberanikan diri menyapa Rama lewat message. Tapi lalu kubatalkan. Entah kenapa aku merasa tak pantas untuk Rama. Apalagi tampaknya sekarang Rama punya teman-teman baru yang sama pintarnya dan mereka semua sedang mengambil S2 di luar negeri. Sementara aku masih mencoba meniti karir di ibukota berbekal gelar S1 tanpa ada rencana pasti kapan mau melanjutkan sekolah. Aku juga takut Rama tidak mempedulikan message ku dan tidak pernah membalas message ku sampai kapanpun. Itu yang membuatku sangat takut untuk membuat kontak duluan dengan Rama. Pendeknya, aku kembali merasakan perasaan jaman SMP dulu.

Delapan hari berlalu semenjak aku jatuh cinta pada Rama. Baru delapan hari, sih. Tapi rasanya sudah sangat menyiksa. Cinta bertepuk sebelah tangan masih mending. Ini jatuh cinta tanpa tahu apakah cintanya berbalas atau tidak. Plus, tak ada keberanian untuk mencari tahu jawabannya. Aku teringat janjiku untuk tidak lagi menjadi secret admirer.


Tapi ini berbeda..

Apa bedanya?

Dia jauh di luar jangkauanku..

Dulu juga waktu SMP kamu merasakan hal yang persis sama kan?

Iya sih, tapi..

Tinggal sapa dia. Kalau dia tidak membalas, berarti dia tidak tertarik. Kalau membalas, mungkin dia memang suka juga padamu, atau pahit-pahitnya kalian bisa berteman.



Ayo Asya, jangan berfikir terlalu lama. Kamu akan makin tersiksa.



Daripada besok kamu membuka profilenya dan statusnya sudah berubah menjadi In A Relationship tanpa kamu pernah berani menyapanya?

Aaaarghh! Baiklah.

Suara hatiku memang kadang-kadang plinplan. Tempo hari dia mati-matian melarangku untuk tertarik lebih jauh pada Rama, tapi hari ini dia malah memaksaku menuntaskan kepenasaran. Dan kalau sudah terlibat perdebatan dengan suara hati, seperti biasa, aku pasti kalah.

Kubuka account friendsterku dan bersiap menulis message untuk Rama. Tapi icon new message menyala, artinya ada pesan baru untukku. Ku klik icon itu. Apa yang kutemukan di inbox membuatku merasa terkena serangan stroke ringan. Ku klik di bagian subject pesan dan muncullah barisan kalimat yang buatku seperti puisi paling indah yang pernah kubaca.


From: Ramadhansyah Maulana
Subject: hi, there!
Message:
Hai hai..
Seminggu lalu gue iseng liat-liat friendlist gue dan menemukan nama Asya disana. Jujur, gue agak lupa ini Asya siapa. Hehe. Terus iseng gue klik, baru deh gue inget kalau loe junior gue pas S1 dulu. Your profile is interesting, Sya. Tapi lagi-lagi gue harus jujur, I don’t remember much about you. Hehe. So, can we start all over again?

Oke dimulai dengan:
Halo, gue Rama. Sejurusan sama loe waktu S1, tapi gue setaun diatas loe. Sekarang gue lagi ambil master komunikasi di Inggris.

Well, it’s now your turn to tell me about yourself. Dan setelah itu semoga kita bisa banyak berbagi cerita. Write me back ya.

Rama.


Hmmm. Jadi dia memang iseng membuka profileku. Tapi dia tertarik pada profileku dan tertarik untuk mengenalku lebih jauh. Well, dia memang membutuhkan waktu seminggu untuk akhirnya mengontakku duluan, tapi yang paling penting adalah dia ingin mengenalku lebih jauh. Apalah. Semua alasan jadi tidak begitu penting lagi, yang penting aku bisa mengakhiri penderitaan menjadi secret admirer tanpa perlu khawatir gak ditanggapi.

.:: what a cheesy story, baby :p ::.

2 comments:

Anonymous said...

Aaah astiii.. gw suka cerita ini! mengingatkan gw pada satu hal, walopun gak mirip2 amat, tp masi nyambung ma friendster dan secret admire itu :P (you know what I mean)

Anyway, lo emang hrs jadi copywriter atau writer sekalian ti. Sayang bgt kalo cuma disimpen dalem blog. You're talented hun :)

Neng Asti said...

huhuw.. tengkiyu say.. doakan saja semoga cita-citamu melihatku menjadi copywriter atau writer tercapai.. hehehehe..