Patah Hati
Aku tahu pria didepanku ini sedang patah hati. Masih patah hati, lebih tepatnya. Padahal perempuan itu sudah meninggalkannya berbulan-bulan lalu. Perempuan cantik yang sudah membuatnya jatuh cinta semenjak pertama kali bertemu. Perempuan cantik yang sudah membuatnya berjuang lebih dari yang dibutuhkan untuk mendapatkan cintanya. Perempuan cantik yang sudah menjungkirbalikan dunianya. Perempuan cantik yang ketika berhasil didapatkannya mampu memberikan perasaan bahagia yang luar biasa. Perempuan cantik yang lalu meninggalkannya begitu saja dengan alasan, “Kita sudah tidak cocok lagi”.
Dia selalu tersenyum, dan hampir pasti mengakhiri setiap kalimatnya dengan tawa renyah. Tapi aku tahu di dalam pikirannya, jauh di sudut benaknya, dia masih terluka karena ingatan tentang perempuan itu masih tertinggal. Bagaimana dia tersenyum, bagaimana suara manjanya membuat temanku ini tergila-gila. Cara perempuan itu menatapnya dan menertawakan leluconnya. Dan ingatan tentang hari dimana perempuan itu memutuskan untuk pergi masih sangat menyakitinya. Tapi yang lebih menyakitkan adalah ketika dia teringat bagaimana perempuan itu pernah berjanji untuk mencintainya selamanya, untuk menghabiskan sisa hidup dengannya.
Sampai hari ini, semenjak perempuan cantik itu meninggalkannya, temanku ini belum pernah mendekati perempuan lain. Bukan karena tidak ada yang mau, aku yakin. Dia laki-laki yang menarik. Wajahnya memang tidak sangat tampan, tapi tidak membosankan untuk dipandang. Badannya jangkung. Sifatnya ramah, sangat gentleman. Dan cerdas. Delapan dari sepuluh perempuan normal pasti tertarik padanya. Tapi dia memutuskan untuk menyendiri dulu untuk sementara.
Teman baikku ini selalu bilang, dia belum siap untuk jatuh cinta lagi. Tapi kupikir, memangnya pernah ada sejarah orang bisa mempersiapkan diri untuk jatuh cinta? Bukankah cinta selalu datang pada saat yang tak terduga? Tapi biarlah, aku tak mau berdebat dengannya. Terlebih soal perasaan. Dia bilang, saat ini jatuh cinta dan menjalin hubungan dengan seorang wanita ada di urutan kesekian belas dalam prioritas hidupnya. Mengejar karir, mewujudkan impian, menyenangkan orang tua, mengambil master dengan biaya sendiri, membantu biaya kuliah adiknya, dan backpacking keliling Eropa ada di urutan atas. Diatas jatuh cinta, pacaran, apalagi menikah.
“Mungkin kamu bukannya belum siap untuk jatuh cinta lagi, tapi belum mau. Karena diam-diam kamu masih mencintai gadis cantik itu. Atau sekedar belum mau memberikan perasaan yang pernah kamu berikan pada dia, kepada orang lain”, tembakku suatu saat. Tapi temanku yang murah senyum ini malah menggeleng kuat-kuat. Tidak, katanya. Dia sudah tidak mencintai gadis itu, sama sekali. Bahkan saat ini dia bingung kenapa dulu dia pernah memutuskan untuk memacarinya, sementara kalau dipikr-pikir dia dan si cantik tak punya kecocokan sedikitpun.
Aku cuma tersenyum. Ingin mendebat, tapi lagi-lagi percuma saja berdebat soal perasaan. Tentu, aku tidak percaya kata-kata temanku. Mana mungkin dia sudah tidak memiliki perasaan untuk mantan pacarnya yang cantik itu kalau dia masih suka bercerita “Dulu aku dan dia pernah..”, atau “Kamu ingat mantan pacarku itu? Dia dulu suka..”. Meskipun kadang-kadang dia bercerita dengan penuh kebencian dan kadang mengutuk dirinya yang ‘pernah’ mencintai perempuan itu, aku tak percaya kalau dia sudah benar-benar tak peduli pada si cantik.
Menurutku, temanku ini masih punya perasaan pada mantan pacarnya. Masih peduli padanya. Memang cintanya mungkin tidak sebesar dulu, tapi pasti masih ada sedikit cinta itu tertinggal. Dan semua cerita kebenciannya, hanya sebuah usaha untuk meyakinkan diri bahwa apa yang pernah dia lalui bersama sang mantan pacar adalah sebuah kesalahan. Tapi itu normal. Aku tidak mau menyalahkannya untuk menyangkal apa yang sesungguhnya dia rasakan. Jika itu membuatnya merasa lebih baik, mengapa tidak?
Ya, temanku ini memang masih patah hati. Dia masih berusaha menyusun kembali serpihan hatinya. Dan ya, kadang kala penyangkalan memang perlu untuk bisa melanjutkan hidup. Jadi untuk sementara akan kubiarkan dia dengan semua cerita kebenciannya pada perempuan cantik itu agar kelak dia bisa jatuh cinta lagi.
2008-01-29
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
ceceran refleksi yang menarik.. selamat melanjutkan.
salam
irsyad
Post a Comment